Rabu, 20 April 2016

Bajo Tribe at Torosiaje Gorontalo

 

Suku Bajo tersebar di banyak wilayah di Asia Tenggara, mereka terkenal dengan suku yang selalu tinggal di atas laut dan terkenal sebagai pelaut yang handal. Pemukiman Suku Bajo juga terdapat di Desa Torosiaje, Kabupaten Pohuwato, Propinsi Gorontalo.


Jika akan ke Desa Torosiaje, maka kita harus ke Gorontalo terlebih dahulu (ibu kota Propinsi Gorontalo). Hal ini bisa ditempuh dengan pesawat terbang dari Makassar atau Manado. Dari Gorontalo, maka kita melanjutkan perjalanan menuju Desa Torosiaje, melalui ibukota Kabupaten Pohuwato: Kota Marisa.


Perjalanan dari Kota Gorontalo ke Kota Marisa ditempuh dalam waktu 3 jam, melalui darat.

Adapun ikon dari Kota Marisa adalah Burung Maleo, hewan khas daerah Pohuwato. Dan terdapat alam liar yang dilindungi disini.



Bahkan ikon dibuatkan Tugu yang terdapat di dekat Kantor Bupati Pohuwato. Kota Marisa merupakan kota kecil yang bersih dan terdapat beberapa hotel yang sudah baik. Dari Kota Marisa ke Desa Torosiaje sekitar 1 jam perjalanan darat.

Sesampai di Torosiaje Darat, maka kita harus naik perahu untuk mencapai Torosiaje Induk, dengan biaya perahu per orang Rp 5.000, sekali jalan. Perahu tersedia di dermaga desa.



  
Mulai kapan Suku Bajo bermukim di Torosiaje?
Sejarah Kampung Bajo sendiri dimulai dari tahun 1901, yang terdiri dari beberapa perahu saja dan tinggal di perahu. Dalam bahasa Bajo disebut dengan Lepa.
Foto di bawah ini, menunjukkan pertama  kali kita masuk pemukiman Suku Bajo. Bangunan terbuka sebelah kanan berfungsi semacam aula terbuka. Biasanya tempat anak2 bermain atau tempat berkumpulnya penduduk.
Pada tahun 1930, mulai terbentuk bangunan tapi belum berbentuk rumah. Hanya pondok sebagai tempat untuk jaring, sebagai persiapan alat tangkap nelayan).

 
Baru sekitar tahun 1960 an, terbentuk desa secara definitif yang terdiri dari 3 desa, yaitu:
1. Desa induk yang ada di laut.
2. Tahun 1982 terbentuk Desa Torosiaje Darat
3. Tahun 2008 terbentuk Desa Torosiaje Jaya, yang kemudian hari mekar menjadi Desa Bumi Bahari.
Asal kata Torosiaje dari bahasa Bajo adalah terdiri dari 2 kata:
Toro   : Tanjung
Siaje   : Si Haji, karena yang membentuk adalah seorang Haji
Adapun penduduk di Desa Induk Torosiaje sejumlah 380 kepala keluarga, sekitar 1400 an jiwa. Terdapat sekolah Taman Kanak2, Sekolah Dasar dan SMP. Sedangkan untuk tingkat Sekolah Menengah Atas terdapat di Popayato (darat).

 

 

Antar rumah di Pemukiman Suku Bajo ini dihubungkan  satu sama lain dengan jembatan kayu yang sangat panjang, sambung menyambung antar rumah.

Adapun rumah2nya juga terbuat dari kayu2 yang sangat kuat dan tahan terhadap air laut. Adapun harga rumah seukuran 5x6 seharga 27 juta rupiah.

 
Untuk tiang rumah terbuat dari kayu Gapasa Batu, tinggi minimal adalah 4 meter, terdiri 1 meter terbenam di pasir dan 3 meter di atas pasir laut. Harga dari 1 batang kayu sekitar 100 juta sd 150 juta rupiah. Sangat mahal untuk ukuran Suku Bajo yang tinggal di Torosiaje.
Hampir 80% penduduk Torosiaje Induk hidup dengan  mata pencaharian sebagai nelayan.

Sehingga di setiap rumah selalu ada perahu, yang berfungsi selain sebagai alat transportasi juga sebagai alat mencari ikan. Adapun rata2 perahu memiliki lebar 1 meter dan panjang 9 meter, rata2 seharga 15 juta rupiah per satu perahu.

 

Rumah Suku Bajo tersusun dari kayu2 semua dan kebanyakan dalam satu rumah dihuni oleh 3 sd 4 generasi.
Bagaimana Dalam Rumah Suku Bajo?
Ini  adalah rumah Bapak Sidin, yang telah memiliki 3 orang anak dan 5 cucu. Semua tinggal dalam satu satu.



Mulai dari kakek dan nenek, Bapak Sidin dan istri, 3 anak dan menantu beserta 5 cucu. Rumah yang panjang karena terdapat ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur dan dapur yang menyambung ke belakang. Mereka tampak sederhana dan sangat berbahagia. Beberapa rumah terdapat keramba untuk memelihara ikan atau cumi2.




Foto di atas adalah Bapak Gomgom Tama yang telah memiliki 10 orang cucu. Asli Suku Bajo, mulai kecil telah lahir dan tinggal di Torosiaje.


Dan foto berikutnya Bapak Nahing yang telah memiliki cicit, beliau juga asli Suku Bajo. Beliau jika ditanya tentang berapa usianya, dijawab dengan : "tidak tahu" sambil tersenyum.





Dua foto berikut adalah Bapak Baila Tanga, yang berusia sekitar 50an tahun yang juga asli Suku Bajo.

Penginapan di Torosiaje
Kami bermalam di pemukiman ini, di kamar yang memang disewakan dan dikelola oleh Pemda Pohuwato.





Semalam sewa kamar seharga Rp 125.000, jika diisi empat orang masih memenuhi syarat. Kamar sederhana berlantai kayu dan beralaskan karpet tipis. Kamar mandi yang bersih dengan air tawar tersedia di kamar mandi dan listrik terpasang juga, dengan pemandangan langsung ke laut lepas.



Bagaimana kita makan disini?
Adapun makanan semua serba ikan laut yang sangat lezat. Kami makan di Rumah makan yang memang telah ditunjuk oleh pengelola.




Makanan laut dari ikan yang benar2 segar, sangat memanjakan lidah kita. Dilengkapi dengan sambal2 yang sangat mantab, benar2 sangat menggoda.






Sunrise dan Sunset
Menginap disini, kita bisa menikmati matahari terbit dan terbenam sekaligus. Kebetulan saat kami bermalam, besok paginya sunrisenya sangat memukau.




Padahal sebelum terbit, kondisi sangat gelap penuh dengan mendung. Seperti di bawah ini:



Tetapi setelah tinggi, maka semua kelihatan indah..



Semakin tinggi matahari pagi, semua pemandangan laut tampak sangat indah. Laut yang jernih, hingga tampak semua karang2 yang ada di dalamnya.




Ketika menjelang senja, maka beberapa nelayan terlihat mulai bersiap untuk melaut.



Tinggal 2 hari 1 malam terasa sangat menggugah Imajinasi, tinggal dan hidup bareng dengan masyarakat yang sederhana tapi penuh keceriaan dan santun. Rasanya ingin kembali lagi kesini kelak.