Selasa, 04 Juni 2013

Exotic Trip Tahuna, Manganitu & Matako at Sangihe Island, Indonesia


Warga Tahuna biasanya menyebut dengan nama Peltu atau singkatan dari Pelabuhan Tua. Bangunan berupa bekas mercu suar adalah salah satu ikon dari Kota Tahuna.

Dimanakah Tahuna?
Adalah ibu kota Kabupaten Sangihe, yang terletak di Utara dari Propinsi Sukawesi Utara. Letaknya sekitar 250 km.




Menuju Tahuna bisa ditempuh dari berbagai cara:
1. Kapal Feri dari Pelabuhan Bitung atau Likupang perjalanan kurang lebih 24 jam
2. Kapal penumpang dari Pelabuhan Manado, perjalanan sekitar 12 jam
3. Kapal Cepat dari pelabuhan Manado, perjalanan 6 jam
4. Pesawat Terbang, 2 hari 1 kali. Sampai hari ini hanya Wings Air dari Manado


Kami memilih dengan penerbangan, untuk tiket menuju Tahuna maka nama tujuan adalah Naha (nama airport di Pulau Sangihe). Penerbangan sekitar 40 menit saja.

Pada entri ini adalah bagian 1 dari perjalanan di Pulau Sangihe atau banyak orang bilang Pulau Sanger. Perjalan entri 1 adalah perjalanan ke arah Selatan.

Naha
Naha adalah airport yang terletak di sebelah Utara kota Tahuna. Perjalanan dari dari Naha menuju Tahuna melalui punggung2 bukit & pegunungan selama sekitar 1 jam.



Landasan airport Naha dari udara





Airport Naha sangat sederhana, tetapi cukup tertib & baik. Dengan atap seng & lingkungan yang sangat sederhana.







Tahuna
Kabupaten Sangihe beribukota Tahuna, terletak di Teluk Tahuna. Secara geografi sangatlah aman dari terjangan gelombang yang besar.


Tahuna dalam bahasa sasahara disebut juga Malahasa. Menurut cerita berasal dari kata Tahuena, yang artinya keberpihakan seorang pemimpin karismatik. 




Dahulu kota terletak di Kolongan, suatu waktu datanglah pemimpin yang karismatik, Raja Tatehe Woba (artinya: pengering laut). Dia berhasil mengeringkan air laut dari Teluk Tahuna, sehingga dari daratan yang kering itulah yang sekarang disebut dengan Kota Tahuna, pemerintahan pindah dari Kolongan ke Tahuna

Raja Tatehe Woba memerintah tahun 1580-1625, dia memperjuangkan Tahuna menjadi tempat yang damai & bersatu.

Boulevard Tahuna
Di Kota Tahuna telah dibangun boulevard yang nantinya akan menjadi jalan sepanjang pantai Kota Tahuna. namun saat kami tiba disana jalan bolevard belum digunakan sebagai jalan, sehingga digunakan untuk menjemur ikan & cengkih (saat itu sedang panen raya). Foto2 di bawah ini merupakan pemandangan di sekitar boulevard Tahuna








Perbukitan disisi seberang dari Boulevard Tahuna, dengan air yang sangat jernih.


Pananaru
Pananru adalah pelabuhan khusus Kapal Ferri, sangat disayangkan saat kami tiba disana hujan sangat lebat, sehingga hanya bisa kami foto dari dalam kendaaan.




Manganitu
Pantai Pendera Hokang, itulah namanya, Terletak di dekat Manganitu. Di pantai terdapat batu2 besar & beberapa perahu nelayan yang bersiap melaut. Pantai2 di sebelah Selatan Pulau Sangihe rata2 berpasir putih.



Di seberang Pantai Pendera Hokang terdapat pulau kecil, yang disebut dengan Pulau Selenggohek.







Sepanjang perjalanan kami banyak menemui panenan cengkeh yang sedang dijemur, karena sedang musim panen cengkeh di seluruh Pulau Sangihe. Cengkeh inilah yang menghidupkan tingkat ekonomi masyarakat Sangihe, atau biasa juga disebut Sanger.





Manganitu dahulu adalah pusat sebuah kerajaan yang diperintah oleh sebanyak 17 raja. Makna kata Manganitu sendiri dari bahasa sasahara: Maubungang. Yang artinya: gumpalan asap rokok sang raja Tompoliu yang menutupi Teluk Manganitu. Raja Tompoliu memerintah Manganitu mulai 1645-1670.
Hal ini karena pada saat ada serangan dari VOC & kerajaan lain, maka musuh akan tidak dapat melihat karena adanya awan yang melingkupinya. Sehingga terhindar dari perang.




Adapun sungai yang jernih ini disebut dengan Sungai Marangkak & pulau yang ada di muara sungai, orang Manganitu menyebut dengan Pulau Bukide.

Tamako
Kota Tamako adalah kota terbesar kedua setelah Tahuna. Kata Tamako sendiri dalam bahasa Sangihe atau Sanger adalah Kapak. Kota ini terletak di Selatan dari Tahuna.



Pada zaman dahulu, sekitar tahun 1575 terjadi perkelahian antara raja yang keji dari Kerajaan Tabukan yang bernama Wawengehe melawan seorang ksatria dari Pulau Siau yang bernama Hengkeunaung yang dibantu Ambala Makaampo dari Tamako.

Mereka berhasil mengalahkan raja keji itu dengan kapak sakti, dan setelah perkelahian dimenangkan maka kapak diserahkan Ambala Makaampo pada Hengkeunaung. Tempat penyerahannya disebut dengan Mantelagheng yang disamakan dengan Tamako




Sungai yang jernih digunakan sebagai sarana transportasi penduduk setempat.



 


Dengan jalan naik & turun yang sangat curam, disertai tikungan2 tajam. Perjalanan ke arah Selatan dari Tahuna sampai dengan Tamako telah selesai, dan memberikan suatu Imajinasi yang sangat indah.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar